30 Agu 2008

Teori Belajar Kultural

TEORI  BELAJAR KULTURAL

PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN TEORI KULTURAL

            Teori Kultural adalah cabang dari antropologi dan disiplin ilmu sosial yang berhubungan, seperti sosiologi yang mencoba mendefinisikan konsep kebudayaan dalam operasionalnya dan pola-pola ilmiah.
            Pada abad ke 19, kata “culture” (kebudayaan) ditujukan pada satu susunan kegiatan manusia yang luas dan dikonotasikan  dengan “civilization” (peradaban). Kemudian para ahli antropologi mulai berteori di abad ke-20 yang mengemukakan bahwa kebudayaan sebagai sebuah obyek analisa ilmiah. Sebagian orang menggunakan teori untuk membedakan strategi penyesuaian diri manusia  dengan strategi adaptasi yang dilakukan oleh hewan. Sebagian yang lain menggunakan teori kultural untuk menyatakan ekspresi dan gambaran secara simbolik pengalaman manusia dengan nilai adaptif secara tidak langsung.
            Menurut sudut pandang ahli antropologi, kebudayaan menjadi sebuah bagian integral tentang peradaban manusia dengan lingkungan. Oleh karena itu lingkungan merupakan aspek perwujudan kebudayaan erat kaitannya dengan proses pembelajaran bagi manusia.
            Terry Eagleton berpendapat dalam buku “After Theory” (2003) menyatakan bahwa teori kultural memiliki potensi untuk menyatakan sesuatu yang penting tentang ‘pertanyaan fundamental’ dalam kehidupan, tetapi para pakar jarang menyadari hal tersebut. Kemudian setelah pembelajaran budaya menjadi sebuah cabang pengetahuan yang bersifat ilmiah, maka munculah teori kultural  yang konsep-konsepnya digunakan dalam pembelajaran. 





TEORI-TEORI PENDUKUNG PEMBELAJARAN KULTURAL

1. Teori Piagetian,
Jean Piaget adalah seorang psikolog yang sangat memperhatikan tentang perkembangan intelektual anak mulai bayi sampai dewasa. Menurutnya ada tiga fungsi intelektual yaitu : (1) Proses mendasar bagi terjadinya perkembangan kognitif, (2) Cara bagaimana pembentukan pengetahuan, (3) Tahap-tahap perkembangan intelektual.
Perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis dalam bentuk perkembangan sistem syaraf. Makin bertambah umur, berarti semakin kompleks susunan syarafnya dan semakin meningkat pula kemampuannya. Kegiatan belajar terjadi seturut dengan pola tahap-tahap perkembangan umur seseorang. Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, ia akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitifnya. Perolehan kecakapan intelektual akan berhubungan dengan proses mencari keseimbangan antara yang dirasakan dan diketahui pada sastu sisi dengan yang mereka lihat suatu fenomena baru sebagai pengalaman atau persoalan.
Untuk memperoleh keseimbangan atau ekuilibrasi, seseorang harus melakukan adaptasi dengan lingkungannya.  Proses adaptasi tersebut mempunyai dua bentuk yang terjadi secara simultan, yaitu asimilasi dan akomodasi. Melalui asimilasi (pembauran) siswa mengintegrasikan pengetahuan baru dari luar ke dalam struktur kognitif yang telah ada dalam dirinya.  Sedangkan melalui akomodasi ( penyesuaian diri), siswa akan memodifikasi struktur kognitif yang ada dalam dirinya dengan pengetahuan baru. Adaptasi akan terjadi jika telah terdapat keseimbangan di dalam struktur kognitifnya. Perubahan struktur kognitif merupakan fungsi dari pengalaman dan kedewasaan akan terjadi sesuai perkembangan. Sedangkan prinsip-prinsip teori perkembangan menurut Piaget adalah sebagai berikut :
a.       Teori perkembangan intelektual yang bertujuan untuk menjelaskan mekanisme dari perkembangan individu mulai dari bayi, anak-anak, sampai menjadi individu dewasa yang mampu bernalar dan berpikir menggunakan hipotesa
b.      Perkembangan genetika dalam organisme tertentu tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh sifat-sifat keturunan dan tidak terjadi karena perubahan lingkungan, tetapi sangat dipengaruhi oleh proses interaksi antara organisme dan lingkungan.
c.       Kecerdasan adalah proses adaptasi terhadap lingkungan dan membentuk struktur kognitif yang diperlukan dalam mengadakan penyesuaian dengan lingkungan.
d.      Hasil dari perkembangan intelektual adalah kemampuan berpikir operasi formal.
e.       Fungsi perkembangan intelektual menghasilkan struktur kognitif yang kuat sehingga memungkinkan individu bertindak atas lingkungannya dengan ketentuan dan berbagai macam cara.
f.       Faktor yang mempengaruhi perkembangan perkembangan intelektual adalah lingkungan fisik, kematangan, pengaruh sosial dan proses pengetahuan diri.

Kemudian Piaget membagi tahap-tahap perkembangan  kognitif menjadi  empat tahap yaitu :
  1. Tahap sensomotorik, anak mengenal lingkungan dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, dan perabaan.
  2. Tahap pra operasional, anak mengenalkan diri pada persepsi tentang realita. Ia telah mampu menggunakan simbol bahasa, konsep secara sederhana. Misalnya : membuat gambar dengan menggolongkan gambar-gambar tersebut.
  3. Tahap operasional kongkrit, anak dapat mengembangkan pikiran logis. Ia dapat mengikuti penalaran logis walau kadang-kadang dalam memecahkan masalah secara “trial and error”
  4. Tahap operasional formal, anak dapat berpikir abstrak seperti orang dewasa.

Teori Jean Piaget ini mampu berkembang luas dan merajai bidang psikologi dan pendidikan. Namun bila dicermati ada beberapa aspek yang dipandang dapat menimbulkan implikasi kontraproduktif pada kegiatan pembelajaran jika dilihat dari perspektif revolusi-sosiokultural saat ini. Dari sisi locus of cognitive development atau asal-usul pengetahuan, Piaget cenderung menganut teori psikogenesis. Artinya, pengetahuan berasal dari dalam individu. Dalam proses belajar siswa berdiri terpisah dan berinteraksi dengan lingkungan sosial. Ia mengkonstruksi pengetahuan lewat tindakan yang dilakukannya terhadap lingkungan sosial. Kemampuan menciptakan makna atau pengetahuan baru lebih ditentukan oleh kematangan biologis individu. Mnurut Piaget, dalam fenomena belajar lingkungan sosial hanya berfungsi sekunder, sedangkan faktor utama yang menentukan terjadinya belajar tetap pada individu yang bersangkutan. Daniel, Tweed dan Lehman mengatakan bahwa teori belajar semacam ini lebih mencerminkan ideologi individualisme dan gaya belajar Sokratik yang lasim dikaitkan dengan budaya Barat yang mengunggulkan “self-generated knowledge” atau “individualistic pursuit of truth” yang dipelopori oleh Sokrates.
Pendapat Piaget jika diterapkan dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran di era sekarang ini kurang sesuai dengan perspektif revolusi sosiokultural yang sedang diupayakan. Sebab teori Piaget lebih memntingkan interaksi antara siswa dengan kelompok sebayanya daripada dengan orang-orang yang lebih dewasa.

2. Teori Cronbach,
Pandangan teori belajar dan pembelajaran yang dikemukakan oleh Cronbach dikenal sebagai teori “Total Immersion”  atau keikutsertaan secara total. Artinya, seorang individu dalam kegiatan belajar dan pembelajaran menggunakan panca inderanya (misalnya : melihat, mendengar, merasakan, mencium, dan berbicara) sebagai proses penyerapan pengetahuan sehingga proses pembelajaran terjadi lebih cepat. Beliau juga menyatakan bahwa belajar sebagai aktifitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Pendapat Cronbach ini dapat diartikan pula bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan. Hakekat belajar adalah perubahan tingkah laku, maka ada beberapa perubahan tertentu yang dimasukan ke dalam ciri-ciri belajar, yaitu : (1) perubahan yang terjadi secara sadar, (2) perubahan dalam belajar bersifat fungsional, (3) perubahan belajar bersifat positif dan aktif, (4) perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, dan (5) perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. Walaupun belajar dikatakan berubah namun untuk mendapatkan perubahan itu bermacam-macam caranya. Setiap perbuatan belajar mempunyai ciri-ciri di dalamnya, mencoba membagi jenis-jenis belajar yang antara lain belajar arti kata-kata, belajar kognitif, belajar menghafal, belajar teoretis, belajar kaidah, belajar konsep/pengertian, belajar keterampilan motorik, dan belajar estetik.

3. Teori Vygotsky,
Pandangan atau pendapat yang mampu mengakomodasi sosiokultural dalam teori belajar dan pembelajaran adalah pandangan yang dikemukakan oleh Lev Vygotsy. Secara sederhana namun bermakna beliau mengatakan bahwa jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial-budaya dan sejarahnya. Artinya, untuk memahami pikiran seseorang bukan dengan cara menelusuri apa yang ada dalam otaknya dan kedalaman jiwanya, melainkan dari asal-usul tindakan sadarnya dari interaksi sosial yang dilatari oleh sejarah hidupnya.. Peningkatan fungsi-fungsi mental seseorang berasal dari kehidupan sosial atau kelompoknya, dan bukan dari individu itu sendiri. Interaksi sosial demikian antara lain berkaitan erat dengan aktivitas-aktivitas dan bahasa yang dipergunakan. Kunci utama untuk memahami proses sosial dan psikologis adalah tanda atau lambang yang berfungsi sebagai mediator. Sedangkan tanda-tanda tersebut merupakan produk dari lingkungan sosio-kultural dimana seseorang berada.
Menurut Moll, mekanisme teori yang digunakan untuk menspesifikasikan hubungan antara pendekatan sosiokultural dan pemfungsian mental didasarkan pada tema mediasi semiotik, yang artinya adalah tanda-tanda atau lambang-lambang beserta makna yang terkandung di dalamnya berfungsi sebagai penengah antara rasionalitas dalam pendekatan sosio-kultural dan manusia sebagai tempat berlangsungnya proses mental.
Vygotsky dalam Moll (1994) melakukan studi etnografi dan menemukan adanya jaringan-jaringan erat, luas, dan kompleks dalam keluarga. Jaringan-jaringan tersebut berkembang atas dasar confianza yang membentuk kondisi sosial sebagai tempat penyebaran dan pertukaran pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai sosial budaya. Anak memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui interaksi sehari-hari. Ia terlibat secara aktif berinteraksi dengan keluarga untuk memperoleh maupun menyebarkan pengetahuan yang dimiliki. Jadi dalam keluarga ini akan terjadi kerja sama diantara anggota keluarga.
Pengetahuan dan perkembangan kognitif individu seturut dengan teori sociogenesis. Dimensi kesadaran sosial bersifat primer, sedangkan dimensi individualnya bersifat derivatif atau merupakan turunan dan bersifat sekunder. Hal ini berarti bahwa pengetahuan dan perkembangan kognitif individu berasal dari sumber-sumber sosial di luar dirinya. Namun demikian individu bukan berarti bersikap pasif dalam perkembangan koginifnya, tetapi Vygotsky juga menekankan pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Oleh sebab itu pendapat Vygotsky sebenarnya lebih tepat disebut dengan pendekatan kokonstruktivisme, yang maksudnya perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan sosial yang aktif pula.

  1. Hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development)
Vygotsky berpendapat bahwa kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melalui dua tataran yaitu : (1) tataran sosial tempat orang-orang membentuk lingkungan sosial (dapat dikategorikan sebagai interpsikologis atau intermental), dan (2) tataran psikologis di dalam diri orang yang bersangkutan (dapat dikategorikan sebagai intrapsikologis atau intramental). Pandangan ini menempatkan lingkungan sosial sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang. Fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi dalam diri seseorang akan muncul dan berasal dari kehidupan sosialnya. Sedangkan fungsi psikologis dipandang sebagai derivasi atau keturunan yang tumbuh atau terbentuk melalui penguasaan dan internalisasi terhadap proses-proses sosial.
Dalam berpartisipasi kegiatan sosial, seorang individu pada mulanya belum memahami maknanya. Pemaknaan atau konstruksi pengetahuan akan muncul setelah melalui proses internalisasi yang bersifat transformatif. Artinya bahwa individu mampu memunculkan perubahan dan perkembangan yang tidak sekedar berupa transfer atau pengalihan. Oleh karena itu belajar dan berkembang adalah merupakan kesatuan yang saling menentukan.

  1. Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development)
Menurut Vygotsky perkembangan kemampuan seseorang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : (1) tingkat perkembangan aktual, dan (2) tingkat perkembangan  potensial.  Tingkat perkembangan aktual tampak dari kemampuan seseorang dalam meyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan persoalan secara mandiri. Sedangkan tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika di bawah bimbingan orang dewasa atau merupakan kolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten. Jarak antara tingkat perkembangan aktual  dengan tingkat perkembangan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal.
Zona perkembangan proksimal diartikan sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan-kemaouan yang belum matang dan masih dalam proses pematangan. Pematangan akan terjadi setelah melalui proses interaksi dengan orang dewasa atau dengan teman sebaya yang lebih kompeten. Tafsiran konsep zona perkembangan proksimal ini dengan menggunakan scaffolding interpretation, yang maksudnya memandang zona perkembangan proksimal sebagai ‘batu loncatan’ untuk mencapai taraf perkembangan yang semakin tinggi.
Zona perkembangan proksimal yang dikemukakan oleh Vygotsky ini mendasari perkembangan teori belajar dan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas dan mengoptimalkan perkembangan kognitif anak. Perkembangan dan belajar bersifat interpenden atau saling terkait.  Kemampuan seseorang bersifat context dependent atau tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial.
Berpijak pada konsep zona perkembangan proksimal ini, sebelum terjadi internalisasi dalam diri anak, orang dewasa atau teman sebaya yang lebih kompeten perlu membantu dengan berbagai cara seperti memberikan contoh, feedback , menarik kesimpulan dan sebagainya.

  1. Mediasi,
Kunci utama untuk memahami proses-proses sosial dan psikologis adalah tanda-tanda atau lambang-lambang yang berfungsi sebagai mediator. Tanda-tanda atau lambang-lambang tersebut merupakan produk dari lingkungan sosio-kultural dimana seseorang berada. Semua perbuatan atau proses psikologis yang khas manusiawi dimediasikan dengan psychological tools atau alat-alat psikologis berupa bahasa, tanda dan lambang, atau semiotika.
Dalam kegiatan pembelajaran, alat-alat psikologis berfungsi sebagai mediator bagi proses psikologis yang lebih lanjut dalam diri anak. Mekanisme hubungan antara pendekatan sosiokultural dan fungsi-fungsi mental didasari oleh tema mediasi semiotik, artinya tanda atau lambang beserta makna yang terkandung di dalamnya berfungsi sebagai penghubung rasionalitas sosio-kultural dengan individu sebagai tempat berlangsungnya proses mental.
Mediasi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu : (1) mediasi metakogintif, dan (2) mediasi kognitif. Mediasi metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan untuk  melakukan self- regulation atau regulasi diri yang meliputi self-monitoring, self-checking, dan self-evaluting. Mediasi metakognitif ini berkembang dalam komunikasi antar pribadi. Orang dewasa atau teman sebaya yang lebih kompeten biasa menggunakan alat-alat semiotik untuk membantu mengatur tingkah laku anak yang pada tahap selanjutnya anak akan menginternalisasikan alat-alat semiotik ini untuk dijadikan sarana regulasi diri.
Mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau subject-domain problem. Mediasi kognitif dapat berkaitan dengan konsep spontan yang mungkin terjadi kesalahan dan konsep ilmiah yang lebih terjamin kebenarannya. Konsep-konsep ilmiah yang berhasil diinternalisasikan anak akan berfungsi sebagai mediator dalam pemecahan masalah. Konsep ilmiah berbentuk pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang berupa metode untuk memecahkan masalah.
Menurut Vygotsky, untuk membantu anak dalam mengembangkan pengetahuan yang sungguh-sungguh bermakna dengan cara memadukan antara konsep dan prosedur melalui demontrasi dan praktek sehingga diperoleh keuntungan sebagai berikut :
·         Anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan proksimalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang
·         Pembelajaran perlu dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya daripada tingkat perkembangan intelektualnya.
·         Pembelajaran perlu diarahkan pada penggunaaan strategi untuk mengembangkan kemampuan intermentalnya daripada kemampuan intramentalnya.
·         Anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural yang dapat digunakan untuk melakukan tugas-tugas dan memecahkan masalah.
·         Proses belajar dan pembelajaran tidak sekedar bersifat transferal tetapi lebih merupakan kokonsstruksi, yaitu suatu proses mengkonstruksi pengetahuan atau makna baru secara bersama-sama antara semua pihak yang terlibat di dalamnya.

APLIKASI TEORI BELAJAR KULTURAL DALAM PEMBELAJARAN

1.      Pada setiap perencanaan dan implementasi pembelajaran, perhatian guru harus dipusatkan kepada kelompok anak yang tidak mampu memecahkan masalah belajar sendiri, yaitu guru harus menyediakan berbagai jenis dan tingkatan bantuan dan membimbing atau membantu agar siswa mampu memecahkan permasalahan belajar. Bantuan-bantuan tersebut dapat dalam bentuk pemberian contoh-contoh, petunjuk mengerjakan, alur, langkah-langkah atau prosedur melakukan tugas, dan sebagainya
2.      Bimbingan dari orang dewasa atau teman sebaya yang lebih kompeten sangat efektif untuk meningkatkan produktifitas belajar. Bimbingan tersebut bermanfaat untuk memahami alat-alat semiotik, seperti bahasa, tanda, dan lambang-lambang.
3.      Kelompok anak yang belum mampu memecahkan masalah meskipun telah mendapatkan bantuan, perlu diturunkan ke kelompok yang lebih rendah kesiapan belajarnya, sehingga ketika diturunkan mereka juga berada pada zone of proximal development-nya sendiri, sehingga anak siap memanfaatkan bantuan yang disediakan. Begitu juga sebaliknya, bagi anak yang telah mampu memecahkan permasalahan harus ditingkatkan tuntutannya, sehingga tidak perlu buang-buang waktu dengan tagihan belajar yang sama bagi kelompok anak yang berada di level bawahnya.
4.      Pemahaman karakteristik siswa yang berhubungan dengan sosio-kultural dan kemampuan awalnya sebagai pijakan dalam pembelajaran perlu dicermati artikulasinya, sehingga dapat dihasilkan perangkat lunak pembelajaran yang benar-benar menantang namun tetap produktif dan kreatif.

RANGKUMAN
            Pendekatan kognitif dalam belajar dan pembelajaran yang dikemukan oleh piaget yang berkembang ke dalam aliran konstruktivistik masih dirasakan kelemahannya. Teori ini menimbulkan implikasi kontraproduktif dalam kegiatan pembelajaran, karena lebih mencerminkan individualisme dan gaya belajar yang Sokratik yang lazim dikaitkan dengan budaya barat.
            Begitu juga dengan pandangan Cronbach, teori ini terlalu banyak memiliki dimensi. Sehingga pendekatan dalam belajar dan pembelajaran tidak terstruktur, operasionalnya kurang terarah, dan fokus tujuan pembelajaran menjadi kabur.  
            Pendekatan yang lebih mampu mengakomodasi kebutuhan belajar dan pembelajaran dewasa ini adalah teori yang dikemukakan oleh Vygotsky. Teori ini memandang bahwa peningkatan fungsi-fungsi mental seseorang berasal dari kehidupan sosial atau kelompoknya, dan bukan sekedar dari individu itu sendiri. Konsep genetic low of development, zona of proximal development, dan mediasi, mampu membuktikan bahwa jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial-budaya  dan sejarahnya. Perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang seturut dengan teori sociogenesis yang menempatkan dimensi kesadaran sosial bersifat primer sedangkan dimensi individual bersifat sekunder.Dalam kegiatan pembelajaran anak  memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan proksimalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang. Guru perlu menyediakan berbagai tingkatan bantuan yang memfasilitasi anak agar mampu memecahkan masalahnya sesuai dengan potensi yang dimiliki anak.

REFERENSI
Paulina, Panen. dkk . Belajar dan Pembelajaran I. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka

Mukminan. dkk . 1998. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : Pusat Pengembangan Pendidikan Profesi Guru IKIP Yogyakarta

Budiningsih, C. Asri. 2003. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : UNY

--------------Kontribusi Intelegensi dan Kemandirian Belajar terhadap Hasil Belajar. WWW.geocities.com/guruvalahTe

------------2003. Teaching and Learning about Racial Issues in the Modern Classroom. www. ogrant@iusb.edu

 Scherba de Valenzuela, Julia. Sociocultural Theory  http://www.gwu.edu/~tip/vygotsky.html.




Lembar Kerja Menulis Hasil Penelitian (Result and Conclusion)

  1. Result (Hasil Penelitian) Tujuan: Menyajikan temuan utama secara jelas dan objektif sesuai dengan tujuan penelitian. Gaya penulisan:...