OPTIMALISASI PEMBELAJARAN E-LEARNING DI SEKOLAH
DASAR
Komposisi pengguna internet berdasarkan
usia pada tahun 2016 disebutkan dalam laman https://statistik.kominfo.go.id
bahwa pengguna internet usia 10 – 24 tahun sebanyak 18,40 % lebih tinggi dari
pengguna internet usia 45 - 54 tahun dan 55 tahun ke atas. Sedangkan pengguna
internet tertinggi adalah pada usia 35 – 44 tahun. Data ini menunjukkan bahwa
pengguna internet potensial adalah usia 10 – 24 tahun usia Sekolah Dasar (SD) dan
usia umur 35 – 44 tahun yaitu usia orangtua peserta didik usia orangtua anak SD.
Orangtua di sekolah dasar merasakan masalah belajar anaknya semakin memuncak. Materi
perkalian pembagian terdapat di kelas 2, yang dulu orangtua baru mendapatkan
materi tersebut pada kelas diatasnya. Banyak orangtua merasakan materi
pelajaran SD sekarang lebih susah dibanding masa sekolahnya dulu. Sumber
belajar hanya LKS dengan pertanyaan yang terkadang tidak ada dalam buku teks dan
catatan. Bingung dan resah seolah-olah yang membutuhkan bimbingan tidak hanya
anaknya tetapi orangtua. Bagaimana cara ikut membantu belajar anaknya dengan
mudah dan menyenangkan ? Sumber belajar apa yang tidak terikat dengan waktu,
hemat, melibatkan guru, konselor di sekolah anaknya ?
Permasalahan belajar berupa keterbatasan
ketersediaan sumber belajar, jarak, dana, dan kesempatan adalah permasalahan
umum di usia 35 – 44 tahun. Mereka produktif mencari dan menjalankan fungsi
kasih sayang keluarga dan pemenuhan ekonomi keluarga. Keinginan besar membantu
anaknya terbatas waktunya. Hanya malam hari ketika anaknya istirahat saja
padahal para guru sudah istirahat. Solusi ikut membantu anaknya dalam belajar
adalah dengan menemukan sumber belajar yang siap pada jam tersebut. Sumber
belajar yang melibatkan guru sekolah dan konselor didalamnya. Forum diskusi
interaktif sesama orangtua wali yang lain dalam satu kelas. Terdapat
materi-materi pokok, suplement atau sumber bahan ajar yang lain yang terkait.
Peserta didik sekaligus anaknya
mengeluh bahwa belajar tema menjadi hal yang mombosankan karena isinya relatif sama.
Materi terkesan muter-muter saja mengenai materi yang sama. Dari kelas 1 hingga
kelas 2 materinya masih membahas tentang hal yang sama tetapi redaksi soalnya
berubah. Dalam grup media sosial melalui handphone pernah membahas tentang ujian
yang salahnya sama dengan teman yang lain. Terkadang anaknya bercerita bahwa soal
pilihan ganda yang salah sama dengan teman sebangkunya. Ini membuktikan teknik pembuatan
soalnya yang keliru. Yang wajar adalah apabila benarnya sama tetapi apabila
yang salahnya sama berarti terjadi contek mencontek dalam pengerjaan soal dikelas.
Pembelajaran yang berorientasi pada
peserta didik dalam praktiknya menjadi berorientasi guru. Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang sudah didesign untuk mencapai tujuan pembelajaran
menjadi bias dalam praktiknya. Kelas menjadi bisu dan menegangkan. Akhirnya peserta
didik menjadi enggan berangkat sekolah. Tiap pagi orangtua selalu membujuk anaknya
berangkat sekolah. Orang tua tidak tahu harus mulai darimana untuk membantu
anaknya sementara tugas yang lain bertambah menuntutnya untuk selalu fokus. Guru
selalu mencoba dan mencoba. Penambahan jam pelajaran menjadi solusi yang sama
beratnya dan menjemukan.
Belajar di SD idealnya adalah mudah
dan menyenangkan. Pelibatan audio-visual dan pengalaman belajar dapat diulang tanpa
letih. Murah meriah dan tidak membosankan merupakan keunggulan pembelajaran
e-learning. Melalui smartphone atau komputer yang terkoneksi internet maka
pembelajaran dapat dilakukan. Apabila di sekolah ada keterbatasan dana, waktu,
sumber daya belajar, dan materi maka dengan e-learning dapat diatasi. Johann
Heinrich Pestalozzi Pelopor pendidkan baru di Swiss Pendiri Sekolah Dasar
Modern di Burghof dan Munchenbuchsee berpendapat
bahwa nilai tertinggi dalam mendidik anak adalah mengembangkan kepribadian dan
kapasitas anak secara menyeluruh dengan penuh kegembiraan dan kebahagiaan
seperti orang dewasa. Melalui metodenya, Pestalozzi menekankan pendidikan
menjadi berpusat kepada anak “child-centred”, menyesuakan diri dengan
kecerdasan, perasaan dan antusias yang mereka miliki.
Pembelajaran e-learning merupakan
pembelajaran menggunakan perangkat elektronik dan internet. Pembelajaran ini pelaksanaanya
didukung oleh peranan teknolog pendidikan sebagai ahli desain intruksional,
guru sebagai ahli materi, dan praktisi teknologi informasi. E-learning sebagai proses
pembelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi dilengkapi dengan sarana
telekomunikasi dan multimedia (grafis, audio, video) sebagai sarana penyampaian
materi dan interaksi antara pengajar (guru), orang tua dan sibelajar (peserta
didik).
Ahli materi (Guru), Designer
Intruksional (Teknolog Pembelajaran), dan praktisi Teknologi Informasi berdiskusi
untuk merumuskan blueprint tahapan pembelajaran hingga file tiap pertemuannya.
Sumber daya pembelajaran berupa materi yang dikemas dalam power point yang
menarik, link website yang sesuai dengan topik pembelajaran, beberapa kuis
sebagai latihan yang diseting sesuai kebutuhan, chat yang interaktif dan
evaluasi. Kuis dapat disetting menjadi stufle (artinya peserta didik meskipun
duduk bersebelahan maka urutan jawaban ataupun soalnya akan berbeda) sehingga
kesempatan berbuat curang bisa diminimalisir. Atau disetting dengan menggunakan
waktu dan durasi. Peserta didik hanya bisa membuka soal ketika tanggal dan jam
yang sudah disetting sebelumnya.
Guru akan memandu materi sesuai dengan
tuntutan kurikulum, Teknolog pendidikan berlandaskan pada keilmuan teknologi
pembelajaran. Teknologi pembelajaran memberikan solusi alternatif dari permasalahan
proses belajar mengajar. Landasan ontologi timbulnya konsep teknologi
pendidikan/pembelajaran antara lain: (1) adanya sejumlah besar orang yang belum
terpenuhi kesempatan belajarnya; (2) adanya sumber yang belum dapat dimanfaatkan
untuk keperluan belajar; (3) perlu adanya usaha untuk menggarap sumber-sumber
tersebut agar dapat terpenuhi hasrat belajar setiap orang; (4) perlunya
pengelolaan sumber-sumber belajar agar bisa digunakan secara optimal untuk
keperluan belajar. (Miarso, Y. 2005). Praktisi Teknologi Informasi akan
membantu produksi e learning sesuai dengan arahan dari guru dan designer
teknolog pendidikan.
E-learning berbeda dengan blog seperti
wordpress atau blogspot. E-learning memungkinkan melakukan pengelolaan sistem
pembelajaran. Sistem pembelajaran dapat melalui sistem LMS (Learning Management
System). LMS atau software meliputi administrasi, dokumentasi, laporan sebuah
kegiatan, kegiatan belajar mengajar dan kegiatan secara online dan
materi-materi pelatihan. LMS dibentuk untuk membantu pengelola pembelajaran
dalam melaksanakan perannya sebagai pendukung pembelajaran. Guru dapat menciptakan
kondisi pembelajaran secara terarah, sehingga dapat memudahkan dan
menyenangkan. (Dyah Ayu Kusumaningrum dkk, 2014). E learning sekolah dapat membuat forum orangtua melalui course khusus
orangtua dengan materi pengayaan dan tips dalam mebimbing anak dalam belajar. Keterlibatan
orangtua dengan materi dan pola pembelajaran kreatif akan lebih memudahkan si
belajar. Interaksi permasalahan belajar dapat melalui forum ini. Admin dapat
membuat laporan periodik kepada guru dan orangtua tentanga aneka persoalan yang
sedang dan akan dibelajarkan. Orangtua dapat memilih waktu senggang untuk
membuka e learning. Tidak perlu menunggu jawaban karena sudah bisa mandiri
melakukan pembelajaran. Materi, dapat diakses meski jam 3 diihari. Kesiapan
materi dapat dijamin terakses asal koneksi internet ada.
Penerapan kurikulum 2013 akan dapat
menumbuhkan kesadaran penggunaan sarana dan prasarana pendidikan dengan opimal. Majalah DIKBUD Edisi
No. 01 tahun IV- Februari 2013 (diakses di http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/)
menyebutkan salah satu ciri Kurikulum 2013 adalah pembelajaran yang mengedepankan
pengalaman personal melalui observasi (menyimak, melihat, membaca, mendengar),
bertanya, asosiasi, menyimpulkan, mengkomunikasikan. Untuk itu, seorang guru memerlukan
penggunaan sarana dan prasarana pengajaran dengan baik. Termasuk dalam hal ini
adalah sarapa prasana teknologi informasi yaitu internet dan komputer yang diimplementasikan melalui e-learning. Semoga keterlibatan orangtua, guru, dan praktisi pendidikan dalam mewujudkan pendidikan yang bermutu dan berkualitas dapat diwujudkan.
DAFTAR PUSTAKA
Data Komposisi pengguna internet
berdasarkan usia pada tahun 2016 https://statistik.kominfo.go.id/site/data?idtree=424&iddoc=1517
Dyah Ayu Kusumaningrum dkk.
(2014). Pengembangan E-Learning Dengan
Pendekatan Teori Kognitif Multimedia Pembelajaran di Jurusan TKJ SMK Muhammadiyah
2 Yogyakarta. Jurnal
Inovasi Teknologi Pendidikan, Volume 1 - Nomor 1, 2014. Online: http://journal.uny.ac.id/index.php/jitp
Majalah DIKBUD Edisi No. 01 tahun
IV- Februari 2013 (diakses di http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/)
Miarso, Y. (2005). Menyemai
benih teknologi pendidikan. Jakarta: Prenata Media.
Michael Heafford. (1967). Peztalosi.
Great Britain. Ltd, Bungay, Suffole.
Heru Amrul Mu’arif dkk. (2016). Pengembangan
E-Learning Berbasis Pendekatan Ilmiah pada Mata Pelajaran IPA di SMP Negeri
5 Yogyakarta . Volume
3, No 2, Oktober 2016 (195-206) Online: http://journal.uny.ac.id/index.php/jitp