Tren fasilitas hotspot
gratis telah hadir di sekolah-sekolah. Perangkat keras yang berhubungan dengan
internet dan gadget telah berubah menjadi gaya hidup dalam kalangan remaja. Pelajar/mahasiswa
terbiasa mengunjungi alamat situs seiring
tuntutan standar kompetensi di kampusnya. Disatu sisi transfer pengetahuan menjadi lebih
mudah. Pelajar dapat Kapan saja karena
materi siap 24 jam, dimanapun asal dapat koneksi internet, variatif (variasi materi dari bermacam-macam referensi) dan harga lebih
terjangkau daripada membeli buku.
Sadar atau tidak sadar,
penggunaan internet telah menjadi gaya hidup dan cara belajar siswa. Dewasa
ini, terjadi perubahan dalam dunia pengajaran. Dari budaya materi apa yang akan dipelajari menjadi menjadi
budaya bagaimana cara mempelajarinya.
Ini membawa konsekuensi terhadap guru untuk cerdas membaca peluang. Bagaimana
cara mengaktifkan siswa untuk bersungguh-sungguh dalam mendalami materi, atau
siswa aktif mengajukan pertanyaan untuk mengetahui lebih dalam tentang suatu
materi.
Sebenarnya, salah satu modal yang belum banyak dimanfaatkan adalah
interkoneksi sumber daya pendidikan. Masing-masing sumber daya pendidikan di
sekolah ataupun masyarakat pendidik, Pemerintahan Lokal (RT/RW), lembaga
kursus, LSM, Perguruan Tinggi, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat, dan keluarga
(termasuk orangtua) pasti mempunyai kelebihan. Kesadaran
pemanfaatan bersama sumber daya mendidik dalam interkoneksi akan menambah daya tarik belajar siswa. Mereka dapat duduk bersama
untuk saling mengisi dalam sebuah produk (media belajar), Kegiatan (pelatihan
atau short course)
Mengingat, proses belajar tidak hanya terjadi di sekolah
saja. Pendidikan dapat dilakukan dengan teman sebaya, orangtua, atau lembaga
kursus/pengajian. Dimanapun terjadi interaksi komunikasi maka akan ada proses
pembelajaran didalamnya. Kesadaran pemanfaatan interkoneksi sumber daya pendidikan adalah penting dan mendesak bagi semua
pihak.
Kesadaran peran serta keluarga
disekitar kita masih rendah. Keluarga dan masyarakat lokal pada umumnya banyak belum terlibat. Padahal, kesempatan
mendidik anak tersedia luar biasa dalam keluarga dan masyarakat lokal. Interkoneksi membangun kesadaran iklim belajar yang kondusif dan menstimulus
anak belajar memerlukan kerjasama semua pihak.
Interkoneksi sekolah, keluarga, pemegang
kebijakan masyarakat lokal/RT/RW, dan
Penyedia layanan IT atau stake holder swasta lainnya yang terkait. Orangtua dengan
menggunakan seluler/hand phone
dapat mengecek kehadiran atau ikut memantau nilai anaknya yang sedang kuliah/sekolah. Administrasi
sekolah berbasis IT memungkinkan ketersediaan ketepatan dan kecepatan data. Satu
hal lain yang berkaitan dengan penyediaan hardware terjangkau sekolah/madrasah oleh
pihak penyedia layanan IT yang relative sangat mahal.
Tersedianya jasa e-learning, sms gateway, presensi sidik jari bagi
anak, guru dan staf, sistem manajemen dan informasi akademik, dan multimedia yang murah dan terjangkau khusus dalam dunia pendidikan. Keterlibatan tim penjaminan mutu yang independen
untuk mengontrol sistem dan peraturan. Keterlibatan masyarakat lokal dengan berakar pada basis fungsi keluarga (fungsi kasih sayang, fungsi mendidik, fungsi ekonomi, fungsi
kesehatan) melalui kegiatan-kegiatan
jam belajar mampu menstimulus atau menciptakan iklim belajar yang kondusif,
misalnya dengan menyediakan sarana pos perpustakaan dan ronda jam belajar
masyarakat dengan memantau tamu pada
saat jam belajar masyarakat berlangsung. Keluarga dalam lingkup RT dapat
melakukan sambung rasa dalam kegiatan jam belajar masyarakat.
Waktu belajar anak lebih
banyak di keluarga dibandingkan di sekolah. Menurut Permendiknas No 22 tahun
2006 tentang Standar Isi pada tabel tabel 25 tentang Beban Belajar Kegiatan Tatap Muka Keseluruhan untuk setiap Satuan Pendidikan per
tahun (@60 menit) disebutkan untuk SD/MI/SDLB: Kelas I s.d. III adalah 516-621 jam; kelas IV s.d. VI adalah 635-709,
untuk SMP/MTs/SMPLB adalah 725-811 jam. Sebagai contoh Kegiatan Tatap Muka Keseluruhan
untuk setiap Satuan
Pendidikan per tahun untuk
SMP/MTs/SMPLB yang maksimal dalam satu tahun belajar di sekolah sebanyak 811 (@60
menit) yang berarti lebih kurang setara dengan 2 bulan
maka siswa belajar di luar sekolah lebih kurang 10 bulan. Hal ini berarti kegiatan belajar paling banyak ada di luar sekolah atau saat
siswa berada di masyarakat/keluarga.
Sekolah dapat berbagi
dan saling membangun dengan sekolah lain. Mungkin sekolah lain unggul dalam
kejelasan fiture-nya atau sekolah lain unggul dalam content maka
alangkah beruntungnya terwujud lingkungan yang serba memberi dan menguntungkan.
Keadaan belajar seperti ini juga akan mengajarkan siswa untuk hidup bekerjasama.
Hidup saling tolong menolong dan melengkapi. Indahnya persatuan akan terasa
ketika kita terhubung dalam kebaikan dengan yang lain.
Kesempatan mendidik
datang berkali-kali bagi mereka yang siap untuk melakukan hal tersebut. Belajar
menurut hemat penulis, esensinya adalah perubahan yang relative tetap sedangkan
mengajar esensinya adalah manajemen agar terjadi perubahan sesuai targetnya.
Maka interkoneksi adalah salah satu modalnya. Keterlibatan dan interkoneksi semua pihak yang terkait dalam pendidikan dapat
membawa tingginya kualitas SDM Indonesia dan membawa persatuan dan kesatuan
bangsa yang berkeadilan sosial. Amiin