18 Apr 2017

Teori Belajar Kognitif dan Aplikasinya

A.       Pendahuluan
Sejarah telah mencatat kemajuan suatu bangsa akan ditentukan oleh kemajuan sistem pendidikan negara tersebut. Pendidikan merupakan tugas Negara yang teramat penting. Bangsa yang ingin maju, membangun, dan berusaha memperbaiki keadaan masyarakat dan dunia, tentu akan mengatakan bahwa pendidikan merupakan kunci. Pintu kesuksesan akan segera terbuka ketika negara tersebut mempunyai kunci yang baik.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang mempunyai komitmen tinggi menjadi Negara yang maju. Oleh karena itu pendidikan adalah yang teramat penting bagi bangsa Indonesia. Akan tetapi yang teramat disayangkan Sistem pendidikan di Indonesia masih belum menunjukan hasil kerja yang baik. Cara dan sistem pendidikan yang ada sering menjadi sasaran kritik dan kecaman karena seluruh daya guna sistem pendidikan tersebut diragukan. Oleh karena itu pembenahan sistem pendidikan di Indonesia adalah kebutuhan yang harus segera direalisasikan.
Salah satu bagian dari sistem pendiidkan adalah persoalan belajar. Belajar adalah sebuah usaha untuk membentuk dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, nilai, sikap, tingkah laku dan semua perbuatan manusia. Pyle mendefnisikan belajar sebagai suatu proses berubahnya tingkah laku tertentu yang secara relative permanent (Mukminan, 1998). Sedangkan Gagne menyampaikan disamping permanent, perubahan tingkah laku tersebut hendaknya bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan fisik, dan juga bukan karena perubahan kondisi fisik yang temporer sifatnya (Mukminan, 1998).
Secara konvesional dikenal adanya dua pendekatan yang terkenal dalam belajar manusia, yakni orientasi behavioristik yang elementaristik dan orientasi fenomenologik yang melahirkan teori konstruktivistik yang holistik. Perbedaan orientasi dalam memandang cara belajar manusia inilah yang akhirnya melahirkan sejumlah teori belajar, diantaranya adalah teori belajar kognitif.


B.       Teori Kognitif
Teori kognitif menekankan belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang tampak. Teori Kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil dan mempelajarinya secara terpisah-pisah. Teori kognitif berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan factor-faktor lain. (C. Asri Budiningsih, 2003). Dalam praktik pembelajaran teori kognitif antara lain tampak dalam rumusan-remusan seperti, “Tahap-tahap perkembangan” yang dikemukakan oleh J. Piaget, Advance organizer dari Ausubel, dan pemahaman konsep dari Burner (Suciati, 1993).
PIAGET
BURNER
AUSUBEL
·      Proses belajar terjadi menurut pola tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umur mahasiswa
·      Proses belajar terjadi lebih ditentukan oleh cara kita mengatur materi pelajaran, dan bukan ditentukan oleh umur mahaiswa
·      Proses belajar terjadi bila siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dia miliki dengan pengetahuan yang baru
·      Proses belajar terjadi melalui taha-tahap:
·      Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap :
·      Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap :
o    Asimilasi (proses penyesuaian pengetahuan baru dengan struktur kognitif mahasiswa).
o    Enaktif (aktivitas mahasiswa untuk memahami lingkungan).
o    Memperhatikan stimulus yang diberikan
o    Akomodasi (proses penyesuaian struktur kognitif mahaiswa dengan pengetahuan baru).
o    Ikonik (mahasiswa melihat dunia melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal).
o    Memahami makna stimulus
o    Equilibrasi (proses penyeimbangan mental setelah terjadi proses asimilasi/ akomodasi).
o    Simbolik (mahasiswa memahami gagasan-gagasan abstrak).
o    Menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah difahami
·      Contoh asimilasi dan akomodasi adalah seperti berikut. Misalnya seorang mahasiswa telah memiliki pengetahuan tentang perbuatan baik dan buruk. Kemudian, gurunya memberi pelajaran baru tentang perbuatan baik dan buruk menurut falsafah Pancasila. Maka proses penyesuaian materi baru terhadap pengetahuan yang sudah dimiliki si mahasiswa itulah yang disebut “asimilasi”. Jika proses ini dibalik, yakni pengetahuan si mahasiswa di sesuaikan kepada materi baru, maka proses ini disebut sebagai “akomodasi”
·      Pada tahap enaktif, seorang mahasiswa melakukan observasi dengan cara mengalami secara langsung satu realitas. Pada tahap ikonik, mahasiswa melakukan observasi terhadap terhadap suatu realitas, tetapi tidak dengan secara langsung mengalami, ia cukup melakukannya melalui sumber-sumber sekunder ” seperti tulisan atau gambar-gambar. Pada tahap simbolik, mahasiswa membuat abstraksi berupa teori-teori, penafsiran, analisis, dan sebagainya, terhadap realitas yang telah di amati dan alami
·       
·      Selama proses asimlasi dan akomodasi terjadi, diyakini adanya perubahan stuktur kognitif dalam benak mahasiswa. Proses perubahan ini suatu saat harus berhenti. Untuk mencapai saat berhenti inilah dibutuhkan proses “equilibrasi (penyeimbangan). Jika proses equiibrasi ini berhasil dengan baik maka terbentuklah suatu struktur kogninif yang baru dalam diri si mahasiswa, yakni penyatuan yang harmonis antara pengetahuan lama dan pengetahuan baru.
·       
·       
C.       Aplikasi Dalam Pendidikan
1.       Teori Perkembangan Piaget
Teori Piaget dalam aplikasi praktisnya sangat mementingkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Menurut teori Piaget, hanya dengan mengaktifkan siiswa, maka proses asimilasi/akomodsi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik. Secara umum, pengaplikasian teori Piaget biasanya mengikuti pola berikut ini :
1.    Menentukan tujuan-tujuan instruksional
2.    Memilih materi pelajaran
3.    Menentukan topik-topik yang mungkin dipelajari secara aktif oleh siswa (dengan bimbingan minimum dari guru).
4.    Menentukan dan merancang kegiatan belajar yang cocok untuk topik-topik yang akan dipelajari oleh siswa (Kegiatan belajar ini biasanya berbentuk eksperimentasi, problem solving, roleplay).
5.    Mempersiapkan berbagai pertanyaan yang dapat memacu kreativitas siswa untuk berdiskusi atau bertanya.
6.    Mengevaluasi proses dan hasil belajar.


2.       Teori Bermakna Ausubel
Teori Ausubel dalam aplikasinya menuntut siswa belajar secara deduktif (dari umum ke khusus). Hal lain yang membedakan, Burner lebih mementingkan struktur disiplin ilmu. Ausubel lebih menekankan pada aspek struktur kognitif siswa.
Satu konsep penting dalam teori Ausubel adalah “Advance Organizer” (AO). AO adalah suatu gambaran singkat (bersifat visual atau verbal) yang mencakup isi pelajaran barau yang akan dipelajari siswa. AO berfungsi sebagai (1) kerangka konseptual yang menjadi titik tolak proses belajar yang akan berlangsung; (2) penghubung antara ilmu pengetahuan yang saat ini dikuasai siswa dengan ilmu baru yang akan dipelajari; (3) fasilitator yang membantu mempermudah proses belajar siswa. Secara umum, teori Ausubel dalam praktik adalah sebagai berikut :
1.    Menentukan tujuan-tujuan instruksional.
2.    Mengukur kesiapan siswa (minat, kemampuan, struktur kognitif), baik melalui tes awal, interview, review, pertanyaan, dan lain-lain.
3.    Memilih materi pelajaran dan mengaturnya dalam bentuk penyajian konsep-konsep kunci.
4.    Mengidentifikasi prinsip-prinsip yang harus dikuasai siswa dari materi tersebut.
5.    Menyajikan suatu pandangan secara menyeluruh tentang apa yang harus dipelajari.
6.    Membuat dan menggunakan “advance organizer”, paling tidak dengan cara membuat rangkuman terhadap materi yang baru saja diberikan, dilengkapi dengan uraian singkat yang menunjukan relevansi (keterkaitan) materi yang sudah diberikan itu dengan materi baru yang akan diberikan.
7.    Mengajari siswa memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang sudah ditentukan, dengan memberi focus pada hubungan yang terjalin antara konsep-konsep yang ada.
8.    Mengevaluasi proses dan hasil belajar.

3.       Teori Kogninif Bruner
Teori Bruner dalam aplikasi praktisnya sangat membebaskan siswa untuk belajar sendiri. Karena itulah teori Bruner ini dianggap sangat cenderung bersifat “discovery” (belajar dengan cara menemukan). Di samping itu, karena teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-pengulangan, maka desain yang berulang-ulang itu lazim disebut sebagai “kurikulum spiral Bruner”.
Secara singkat kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi materi perkuliahan setahap demi setahap, dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana suatu materi yang sebelumnya sudah diberikan, suatu saat muncul kembali, secara terintegrasi, dialam suatu materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya berulang-berulang, sehingga tak terasa mahasiswa telah mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh. Secara umum teori Bruner ini bila diaplikasikan biasanya mengikuti pola sebagai berikut :
1.    Menentukan tujuan-tujuan instruksional.
2.    Memilih materi pelajaran.
3.    Menentukan topik-topik yang bias dipelajari secara induktif oleh mahasiswa.
4.    Mencari contoh-contoh, tugas, ilustrasi, dsb. yang dapat digunakan mahasiswa untuk belajar.
5.    Mengatur topik-topik pelajaran sedemikian rupa sehingga urutan topic itu bergerak dari yang paling  konkrit ke yang abstrak, dari yang sederhana ke yang kompleks, dari tahap enaktif, ikonik, sampai ke tahap simbolik, dan seterusnya.
6.    Mengevaluasi proses dan hasil belajar.

D.       Kritik
Teori kognitif sering dikritik sebagai lebih dekat kepada psikologi daripada kepada teori belajar, sehingga aplikasinya dalam proses belajar-mengajar tidaklah mudah. Teori ini juga dianggap sukar dipraktikan secara murni sebab seringkali kita tidak mungkin memahami “struktur kognitif” yang ada dalam benak setiap peserta didik, apalagi memilah-milah struktur kogninif tersebut menjadi bagian-bagian yang diskrit (jelas batas-batasnya).
Pada tahap lanjut (advanced), seringkali tidak mudah memahami dan mengidentifikasi pengetahuan yang sudah ada dalam benak mahasiswa. Seringkali pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki peserta didik itu sudah terlalu kompleks untuk diidentifikasi secara tuntas, apalagi hanya dengan menggunakan satu-dua pre test.
DAFTAR PUSTAKA

C. Asri Budingsih (2003), Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Gordon H Bower, Theori Of Learning. Both of Stanfordc University

Mukminan (1998), Belajar dan Pembelajaran.  Yogyakarta : Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yogyakarta.

Suciati (1993), Teori Belajar dan Motivasi. Jakarta : Pusat Antar Universitas, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.



Lembar Kerja Menulis Hasil Penelitian (Result and Conclusion)

  1. Result (Hasil Penelitian) Tujuan: Menyajikan temuan utama secara jelas dan objektif sesuai dengan tujuan penelitian. Gaya penulisan:...